Rabu, 30 Desember 2009

ULAMA MENURUT AL QUR'AN

Ulama bentuk jamak dari kata aalim. 'Aalim adalah yang mengetahui. Ulama adalah orang-orang 'aalim atau orang-orang yang mengetahui atau orang-orang yang berilmu. Baik itu ilmu yang berhubungan dengan duniawi maupun ukhrawi. Setiap kali kata itu diucapkan, maka orang berasumsi sama, bahwa ulama adalah orang yang ahli dalam bidang agama. Sebenarnya arti kata itu masih umum. Bila ilmu yang dikuasai adalah ekonomi, maka dia akan dikatakan ulama ekonomi. Bila yang dikuasai adalah ilmu sosial, maka dia dikatakan ulama sosial. Bila yang dikuasai adalah ilmu agama, maka akan disebut ulama agama. Tapi karena terlanjur orang sudah memahami ulama sebagai orang yang ahli dalam masalah-masalah agama, kita katakan saja bahwa ulama adalah orang yang ahli dalam bidang agama.


Di dalam Al Qur'an menyebut kata ulama sebanyak dua kali.

Ataukah tidak ada untuk mereka satu bukti bahwa 'ulama Bani Israil mengetahuinya?
Kalau sekiranya Kami menurunkan Al Qur'an kepada sebahagian orang-orang A'jam (bukan orang Arab),
lalu dia membacakannya atas mereka, tiadalah mereka akan beriman dengannya. (QS. 26 ayat 197-199)

Sesungguhnya yang takut kepada Allah dari hamba-hamba-Nya adalah 'ulama. (QS. 35 ayat 28)

Allah mengajarkan Al Qur'an, Rasulullah Muhammad diutus untuk mengajarkan kitab itu. Orang yang telah menerima kitab yang telah diajarkan itu, wajib mengajarkannya kepada orang lain.
Sebagaimana Kami telah mengutus seorang rasul dari bangsamu yang membacakan atasmu ayat-ayat Kami dan mensucikanmu dan mengajarkanmu Kitab dan Hikmat dan mengajarkanmu apa-apa yang tidak kamu ketahui. (QS. 2 ayat 151)

Sesungguhnya benar-benar Allah telah memberi karunia atas orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus seorang rasul ditengah-tengah mereka dari bangsa mereka sendiri yang membacakan atas mereka ayat-ayat-Nya dan mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmat dan sesungguhnya keadaan mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang yang nyata. (QS. 3 ayat 164)

Dan (ingatlah) ketika Allah mengambil pengukuhan orang-orang yang diberi kitab: "Hendaklah kamu menerangkannya kepada manusia dan janganlah kamu menyembunyikannya." Lalu mereka melemparkannya ke belakang punggung mereka dan menukarnya dengan harga yang sedikit. Maka sangat buruk apa yang mereka tukar. (QS. 3 ayat 187)

Apabila 'ulama dikatakan sebagai yang berilmu, maka Allah-lah yang pertama, karena Allah yang Maha Mengetahui tentang isi Al Qur'an dan mengajarkan kepada Rasul-Nya, hingga Rasul-Nya mengetahui isinya dan mengajarkan kembali kepada umatnya, lalu umatnya mengajarkan kembali kepada yang tidak mengetahui, begitu seterusnya sampailah kepada kita. Jadi, secara tidak langsung, Allah-lah yang mengajarkan Al Qur'an kepada kita, umat Rasulullah. Itu artinya siapapun bisa menjadi 'ulama.
Al Qur'an adalah ilmu. Dengan mempelajari dan memahami Al Qur'an, maka kita akan disebut 'aalim Al Qur'an. Dan apabila banyak jumlah 'aalim-nya, maka akan disebut 'ulama Al Qur'an.
Kewajiban para 'Aalim tadi adalah mengajarkan ilm-nya kepada orang lain, sehingga orang lain juga mengerti. Bila mereka 'ulama Al Qur'an, mereka harus mengajarkan ilm Al Qur'an dan bukan ilm yang lain.
Dalam beragama, Kitab Al Qur'an adalah satu-satunya petunjuk yang paling benar dan ilm yang sempurna. Apa yang diberikan para 'ulama, kalau itu adalah Al Qur'an, maka kita harus menerimanya. Dan kalau itu bukan Al Qur'an, maka kita harus menolaknya. Karena 'ulama tidak berhak mengatur dan menentukan apa yang harus dipatuhi dalam beragama selain mengajarkan apa yang terdapat di dalam Al Qur'an.
Apabila kita mengetahui Al Qur'an dari mereka, itu adalah kewajiban mereka dan merupakan karunia Allah. Tapi bukan berarti kita menjadikan mereka Tuhan yang menentukan segala hal.


BENARKAH ULAMA PEWARIS PARA NABI


Seorang ulama dianggap sebagai seorang yang sangat berjasa dan harus dipatuhi dalam setiap urusan agama. Untuk anggapan yang pertama, tidak menjadi masalah bahkan saya pribadi mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para ulama yang menterjemahkan Al Qur'an dan mengajarkan Al Qur'an kepada saya. Semoga Allah selalu memberkati dan meluruskan hidup kalian semua.
Untuk anggapan yang kedua, tidak bisa diterima. Yang harus dipatuhi dan dijadikan pegangan adalah Al Qur'an bukan para 'ulama. Kalau mereka memutuskan hukum dalam setiap permasalahan agama berdasarkan Al Qur'an, baru kita harus terima.
Mengenai pernyataan bahwa 'ulama dalah pewaris nabi, itu adalah pernyataan yang mereka buat sendiri yang mengatasnamakan Rasulullah untuk menguatkan kedudukan mereka agar dianggap sejajar dengan kedudukan para nabi. Entah Rasulullah Muhammad yang lupa atau para 'ulama yang tidak sadar, bahwa sebenarnya hal-hal tentang kenabian telah ditutup dan penutupnya adalah Rasulullah Muhammad itu sendiri.
Apabila memang mereka mengklaim diri mereka pewaris para nabi, itu artinya ada persamaan antara yang dilakukan nabi dengan mereka. Hanya bedanya para nabi lebih kuat menahan keinginannya karena langsung diperingatkan oleh Allah. Apabila ada kesalahan, pasti Allah peringatkan. Seperti contoh:

Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah telah halalkan untukmu karena mencari kesenangan hati isteri-isterimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS 66 ayat 1)

Nabi Muhammad sebagai seorang yang dekat kepada Allah, karena merasa kedudukannya tinggi, beliau lupa bahwa beliau tidak boleh memutuskan sesuatu diluar Al Qur'an hanya karena keinginan dirinya atau keinginan orang lain, di antaranya menentukan halal dan haram. Tapi kemudian Allah memaafkannya dan mengabadikannya di dalam Al Qur'an agar hal itu tidak terjadi pada umatnya.
Apabila 'ulama mewarisi nabi, itu artinya ada hal-hal seperti itu dalam memutuskan suatu keputusan selain daripada Al Qur'an. Dan bila itu terjadi, siapa yang mengetahui kalau bukan Al Qur'an itu sendiri yang akan membuktikannya. Contoh, Al Qur'an hanya mengharamkan empat jenis (QS. 6 ayat 145), berapa jenis makanan/binatang yang diharamkan para ulama?


ULAMA DI DALAM AL QUR'AN


Saya tidak mengatakan ulama itu salah. Kita harus menghormati ulama apalagi ulamanya orang tua, itu sangat dianjurkan sekali. Tapi apa yang mereka ajarkan kepada kita harus benar-benar kita periksa dan kembalikan kepada Al Qur'an.

Ada yang harus kita ketahui tentang ulama dari dua versi, yaitu:


ULAMA ADALAH PEWARIS PARA NABI (VERSI HADITS)


Apabila kita mengatakan bahwa ulama adalah pewaris nabi, maka dia harus mengikuti nabi. Di antaranya, Nabi tidak pernah keberatan terhadap apapun keputusan Allah di dalam Al Qur'an sebagai sunnah-Nya:


Nabi tiada keberatan pada apa yang Allah telah tetapkan kepadanya sebagai sunnah Allah pada orang-orang yang berlalu sebelumnya. Dan perintah Allah adalah satu ketentuan yang ditentukan. (QS. 33 ayat 38)


Jika Nabi Muhammad tidak keberatan menerima Al Qur'an sebagai sunnahnya, apakah 'ulama keberatan kalau dikatakan bahwa Al Qur'an adalah satu-satunya sunnah para nabi termasuk Nabi Muhammad itu sendiri?


ULAMA ADALAH HAMBA ALLAH YANG TAKUT KEPADA ALLAH.(VERSI AL QUR'AN)


Apabila seseorang mengaku dirinya ulama, maka dia harus takut kepada Allah dan itu dibuktikan dengan hanya menyampaikan risalah Al Qur'an.


Orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah (Al Qur'an) dan mereka takut kepada Allah dan mereka tidak takut kepada seorangpun kecuali kepada Allah dan cukuplah Allah yang menghisab. (QS. 33 ayat 39)

Jika Al Qur'an mengatakan bahwa hanya Al Qur'an yang benar dan yang datang sesudahnya adalah kesesatan (QS. 10 ayat 32) dan Hadits terbaik adalah Al Qur'an (QS. 39 ayat 23) selainnya adalah hadits palsu (QS. 31 ayat 6), beranikah para ulama mengatakannya?

Dengan izin Allah, bagaimanapun caranya, sampailah Al Qur'an kepada kita dan dengan izin Allah pula kita bisa menerima kebenaran Al Qur'an dengan lapang dada.


Pujian itu kepunyaan Allah!



Print halaman ini

2 komentar:

  1. Apakah anda mengatakan para 'ulama itu salah?

    BalasHapus
  2. Salam.
    Nama anda hampir sama dengan salah seorang perawi hadits yang bernama Imam Tirmidzi yang aslinya bernama Imam al-Hafizh Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin ad-Dahhak as-Sulami at-Tirmizi yang lahir di kota Tirmiz. Beliau wafatnya juga di Tirmiz pada malam Senin 13 Rajab tahun 279 H (8 Oktober 892) dalam usia 70 tahun.
    Saya tidak berani mencap mereka salah, meskipun saya mengenal mereka. Apalagi saya tidak mengenal mereka. Mungkin saja ibadah mereka lebih baik dan lebih tekun dari saya. Bahkan saya berterima kasih atas tulisan-tulisannya, sehingga saya bertambah wawasan di dalam khazanah dan tradisi Islam di Arab. Tetapi apa yang mereka tulis tentang hukum di dalam agama Islam yang tidak dijelaskan di dalam Al Qur'an, apalagi dibuat-buat dan bertentangan dengan Al Qur'an, maka saya akan menolaknya. Buat saya, pokok hukum tetap adalah Al Qur'an satu-satunya. Apabila ada sesuatu yang berkenaan dengan ibadah kepada Allah, maka kembalikan dasar hukumnya kepada Al Qur'an. Kalau ada terdapat di dalam Al Qur'an, saya akan terima, kalau tidak dijelaskan, maka saya akan menolak.
    Wassalam.

    BalasHapus

Salam.
Agama adalah masalah pribadi dengan Tuhan. Suka atau tidak suka, kebenaran tetap adalah kebenaran. Mau percaya atau tidak, kebenaran tetap adalah kebenaran. Carilah yang terbaik, setelah itu berserahdirilah kepada Tuhan. Tidak ada Tuhan kecuali ALLAH. Berkomentarlah dengan baik. Berikanlah dalil Al Qur'an atau hadits atau dengan ilmiah. Bukan dengan hawa nafsu atau kata-kata yang tidak layak. Maaf.. komentar dengan kata-kata yang tidak layak, tidak akan ditampilkan!