Hadits secara etimologi (lughat) berarti baru, cerita, percakapan.
Adapun secara terminologi (istilah) adalah sesuatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir ataupun sifat-sifat beliau (Al-Thahan, 1996 : 15).
Sunnah secara etimologi berarti jalan, hukum, sistem, kebiasaan, dan sifat.
Adapun secara terminologi adalah:
a. Menurut ahli hadits: Segala sesuatu yang disandarkan kepada Rasululllah SAW berupa perkataan, perbuatan, taqrir, sifat perilaku ataupun sifat fisik, baik yang terjadi sebelum masa kenabian, seperti penyendirian beliau di gua hira', atupun sesudah masa kenabian.
b. Menurut ulama ushul fiqh: Segala sesuatu yang bersumber dari Rasulullah SAW selain Al Qur'an, baik berupa perkataan, perbuatan maupun taqrir yang dapat dijadikan sebagai landasan bagi hukum syar'i.
c. Menurut ulama fiqh: Segala sesuatu yang datang dari Rasulullah SAW yang bukan merupakan sesuatu yang wajib atau fardhu.
Banyak para ulama berpendapat bahwa istilah hadits dan sunnah adalah muradif (sinonim), tetapi ada juga yang membedakan meskipun tidak secara prinsipil. Dan mereka sepakat, hadits atau sunnah adalah sumber hukum kedua setelah Al Qur'an bahkan mereka membuat istilah lainnya seperti Khabar dan Atsar.
Karena para ulama takut, hadits atau sunnah tidak memberikan jawaban lalu ditinggalkan, maka mereka membuat satu pernyataan; berhukum dengan menggunakan Al Qur'an yang pertama. Kalau tidak menjumpainya, gunakan hadits. Kalau tidak menjumpainya juga, gunakan ijtihad. Pasti kita akan bertanya, siapa yang berijtihad? Apakah setiap orang islam yang ingin mencari kebenaran?
Untuk mencegah pertanyaan itu, para 'ulama telah membuat satu statemen yang terkenal dalam sebuah hadits yaitu, "ulama adalah pewaris para nabi". Dalil itu membuat mereka mempunyai kedudukan sama seperti Nabi dan membuat orang mencari dan mendengar keputusan mereka dalam segala hal dengan patuh tanpa membantah. Mematuhi mereka, sama halnya dengan mematuhi nabi. Menentang mereka, sama halnya dengan menentang Nabi. Sehingga lahirlah yang disebut ijma para ulama. Inilah yang menjadi hukum mutlak yang harus ditaati. Orang tidak lagi melihat Al Qur'an, tidak lagi mencari hadits, tetapi mendengar keputusan mereka. Kalau mereka bilang benar, ya benar dan kalau mereka bilang salah, ya salah.
Bahkan hadits yang mereka katakan sebagai sumber hukum yang kedua dan menasakhkan Al Qur'an pun menjadi permainan mereka. Di tangan merekalah sebuah hadits dianggap benar dan salah; bisa diterima atau tidak; sabda nabi atau bukan. Padahal mereka sendiri berpegang kepada sebuah kitab buatan para ulama dahulu yang tidak hidup pada zaman Nabi dan tidak pernah menyaksikan bagaimana Nabi berbuat. Sebagai satu contoh: Ishaq bin Rahawalh bin Mukhlad Al Handhali At Tamimi Al Marwazi (161-238 H / 780-855 M) seorang ulama terkenal pelopor usaha pendiwanan Hadits yang dilaksanakan dengan penelitian sanad dan rawi-rawinya. Dia tidak hidup pada zaman ketika Nabi masih hidup, bahkan lahir 100 tahun setelah Nabi wafat. Murid-muridnya adalah: Ahmad ibn Hambal (lahir 163 H), Bukhari (lahir 196 H), Muslim (lahir 204 H), At Tirmidzi, An nasa'i (lahir 215 H).
Penelitian dan penyusunan itu dilanjutkan bahkan ditingkatkan oleh muridnya yang bernama Bukhari, pemuda asal Uni Sovyet yang lahir pada tahun 194 H / 810 M. Kemudian diteruskan oleh muridnya yang bernama Muslim, pemuda asal Iran yang lahir pada tahun 204 H / 820 M. Lalu terwujudlah dalam Kitab Al Jami'ush Shahih Bukhari, Al Jami'ush Shahih Muslim, As Sunan Ibn Majah dan seterusnya. Mereka semua bukan orang lain, tetapi adalah murid-murid dari guru yang sama.
Dengan kelihaian mereka berdalih dan atas nama Nabi, akhirnya umat Islam semua diyakinkan bahwa Kitab Al Qur'an mereka, Kitab Suci yang tidak akan ada artinya apa-apa jika tidak didukung oleh kitab-kitab buatan mereka yang mengatasnamakan wahyu Nabi Muhammad versi 2, dengan dalih untuk menguatkan dan memperjelas Al Qur'an karena Al Qur'an adalah kitab yang menjelaskan secara mujmal (garis besar) dan tidak tafshili (terperinci); kalau ingin memahami Al Qur'an, harus mempelajari hadits. Sehingga umat Islam lebih tertarik untuk mempelajari isi hadits daripada Al Qur'an. Bahkan kebanyakan mereka protes, jika ada prang yang mengkaji Al Qur'an tanpa diselingi dengan kitab- kitab buatan para ulama mereka. Jauhnya jarak antara wafatnya Rasulullah dan maraknya penulisan hadits menjadikan hadits mudah sekali dibuat-buat dan dipalsukan. Tapi sayang, umat Islam tidak perduli akan hal itu, karena beberapa 'ulama telah mengantisipasinya dengan berbagai dalil dan alasan-alasan dalam beberapa periwayatan.
Apabila mereka mendapati hadits yang isinya tentang pelarangan Nabi untuk menuliskan hadits, mereka dengan lihainya akan memberikan alasan-alasan mengapa hadits tidak dibukukan dan mengapa Rasulullah serta beberapa sahabat melarang penulisannya, . Hebatnya, mereka mencap orang-orang sesat lalu dikucilkan bagi siapa yang menolak tulisan-tulisan mereka, meskipun orang-orang itu berpegang teguh dengan ajaran Al Qur'an dan melaksanakan isinya.
SEPUTAR HADITS
Mempelajari sejarah Hadits, kita melihat banyak kesimpangsiuran pendapat mengenai hadits. Dalam penulisannyapun terpecah menjadi dua kelompok: kelompok yang menerima dan kelompok yang menolak.
Dalam kelompok yang pertama adalah sahabat-sahabat nabi seperti: "Abdullah bin 'Amr bin 'As (wafat 64 H), Abu Ayyub al Ansari (w. 52 H), Abu bakar al Tsaqafi (w. 51 H), 'Aisyah (w. 58 H), dan Abu Umamah (w. 81 H).
Dalam kelompok kedua ada Abu Hurairah (w. 59 H), Abu Musa al-'Asy'ari (w.42 H), Abu Said al-Khudri (w. 74 H), 'Abdullah bin 'Abbas (w. 68 H), Abu Bakar as-Siddiq (w. 13 H), 'Umar bin al-Khattab (w.23 H), dan 'Abdullah bin Mas'ud (w. 32 H).
Abu Bakar membakar semua catatan haditsnya, Umar memerintahkan untuk mengumpulkan mengumpulkan semua catatan hadits yang ada pada masa pemerintahannya dan membakarnya, dan Abdullah bin Mas'ud menentang penulisan dan membakar buku catatan hadistnya.
Banyak pembelotan-pembelotan terjadi baik ketika Rasulullah masih ada, maupun setelah beliau wafat. Ketika beliau wafat, pembelotan itu nyata terlihat. Rasulullah memerintahkan di dalam wahyunya untuk mentaati Allah, Rasul, dan ulil amri. Namun ketika Abu Bakar dan Umar yang menjadi khalifah saat itu membuat inisiatif membakar segala tulisan selain Al Qur'an untuk menghindari fitnah terhadap Rasulullah Muhammad dan wahyu yang dibawanya, para sahabat yang lain tidak bersepakat dan tidak mentaati mereka. Terbukti beberapa sahabat masih menulis berbentuk sahifah dan mengajarkannya kepada murid-murid mereka. Di antara shahifah itu adalah: Shahifah Jafar bin Abdullah (w. 78 H), Shahifah Abdullah bin Amru bin Ash (w. 65 H), Shahifah Amru bin Syuib (w. 120 H), Shahifah Abdullah bin Abbas (w. 69 H), dan Shahifah Abu Hurairah di tangan Hammam bin Munabbah (w. 101 H).
NABINYA PLIN PLAN ATAU PELECEHAN UMATNYA TERHADAP BELIAU
Rasulullah Muhammad adalah sama dengan para rasul lainnya. Tugas beliau hanyalah sebagai seorang penyampai, pemberi kabar gembira, dan peringatan. Apa yang dialami beliaupun, sama dengan apa yang dialami oleh para rasul sebelumnya; diolok-olok dan diingkari. Allah memberikan kelebihan pada setiap rasul dan hal itu disesuaikan dengan zaman mereka masing-masing. Seperti: Nabi Ibrahim tidak mempan dibakar api, Nabi Musa tongkatnya dapat berubah menjadi seekor ular dan dapat membelah laut, Nabi Daud, Nabi Sulaiman, dan Nabi Isa juga mempunyai mukjijat yang berbeda. Lalu apakah mukjijat dan kelebihan Nabi Muhammad? Tidak ada mukjijat klasik seperti nabi-nabi sebelumnya. Kalau ada yang menggambarkan beliau bisa begini; bisa begitu, itu hanyalah dongeng yang dibuat-buat oleh israilliyat. Kelebihan yang diberikan kepada beliau adalah keajaiban yang tidak dimiliki oleh rasul-rasul yang lain. Beliau diberikan sebuah kitab ajaib yang sempurna. Yang isinya tidak akan ketinggalan zaman dan tak akan dapat dikalahkan oleh kitab manapun juga. Bahkan Al Qur'an adalah penguji buat semua kitab, baik yang sebelumnya maupun sesudahnya. Tapi itu tidak membuat umatnya waktu itu menjadi puas. Mereka meminta hal-hal luar biasa kepada nabinya seperti yang diberikan kepada para nabi sebelum beliau bahkan lebih besar lagi.
Katakanlah: “Sungguh, jika berkumpul manusia dan jin berusaha untuk mendatangkan yang semisal Al Qur'an, mereka tidak akan dapat mendatangkannya yang semisalnya, walaupun sebahagian mereka menjadi penolong buat sebahagian yang lain
Dan sesungguhnya benar-benar Kami telah mengulang-ulang untuk manusia dalam Al-Qur'an ini dari setiap perumpamaan, lalu kebanyakan manusia itu enggan melainkan kafir.
Dan mereka berkata: “Kami tidak akan beriman kepadamu sehingga kamu memancarkan untuk kami mata air dari bumi itu,
atau ada bagimu sebuah kebun dari kurma dan anggur, lalu dipancarkan sungai-sungai di celah-celahnya dengan pancaran yang keras.
atau dijatuhkannya langit sebagaimana kamu nyatakan atas kami dengan berkeping-keping atau kamu datangkan Allah dan malaikat-malaikat dengan berhadapan (kepada kami), atau ada untukmu sebuah rumah dari perhiasan atau kamu naik di langit, dan kami tidak akan percaya untuk kenaikanmu itu sehingga kamu menurunkan atas kami satu Kitab yang kami membacanya. Katakanlah: “Maha Kuasa Rabb-ku, aku tiadalah melainkan manusia biasa (yang diangkat) sebagai rasul” (QS. 17 ayat 88-93)
Ketika Rasulullah menyampaikan Al Qur'an sebagai sebuah kitab hebat yang tidak ada tandingannya di dunia ini, umatnya tidak mempercayai beliau, bahkan mereka terinspirasi dengan kisah kaum Musa yang meminta macam-macam kepada rasulnya ketika diberikan yang semacam. Namun Rasulullah Muhammad tidak menuruti keinginan mereka. Beliau hanya memberikan jawaban yang sangat sederhana tetapi mencerminkan kepribadian yang luar biasa, bijaksana dan jujur, bahwa beliau adalah manusia biasa yang diangkat sebagai seorang rasul / utusan.
Dari permintaan yang diajukan kepada beliau, ada dua permintaan terakhir menarik di antara permintaan- permintaan itu, yaitu kenaikan dan kitab lain yang turun dari langit. Apakah yang dimaksud adalah Mi'raj dan hadits? Kalau memang demikian, berarti hal itu sebenarnya tidak pernah ada dan tidak pernah terjadi. Meskipun ada istilah itu, tapi tidak seperti yang diriwayatkan selama ini yang terkesan terlalu berlebihan.
Mengenai Mi'raj, insyaallah akan kita bahas nanti pada artikel tentang mi'raj. Karena yang akan kita kaji saat ini adalah tentang hadits yang sebenarnya adalah hasil karya penulis-penulis kitab zaman dahulu. Supaya kitab mereka laku dan terkenal, mereka mengatasnamakan Nabi Muhammad dengan dasar beberapa sikap Nabi Muhammad yang diambil berupa perbuatan dan keputusan beliau sebagai ulil amri waktu itu, ketika beliau masih ada di tengah-tengah mereka. Tetapi yang terjadi bukan ketaatan dan kecintaan, melainkan pengingkaran kerasulan beliau yang dilakukan oleh umatnya ketika beliau masih hidup hingga saat ini. Kebodohan mereka adalah mereka tidak mengenal siapa sebenarnya rasul mereka dan tidak dapat membedakan antara kerasulan dan manusia biasa.
Umat Nabi Muhammad tidak puas dengan Al Qur'an saja. Mereka meminta yang lebih dari itu dan lebih lengkap seperti Kaum Musa meminta makanan bermacam-macam (QS. 2 ayat 61) dan tuhan yang banyak (QS. 7 ayat 138). Sehingga beberapa permintaan mereka membuat gagasan seorang 'ulama seperti Samiri untuk menciptakan tuhan yang lebih daripada Tuhannya Musa yang tidak lengkap dan tidak jelas bagaimana suaranya dan jasadnya. Samiri membuat tuhan seperti kebutuhan dan permintaan kaumnya Musa. Tuhan yang lebih komplit dan lengkap itu diambil dari sebahagian Atsar rasul (QS. 20 ayat 85-96). Bukankah atsar nama lain dari hadits nabi yang sekarang dipakai oleh seluruh umat Muhammad?
Allah menegur umat Nabi Muhammad:
Apakah kamu berkehendak untuk meminta kepada Rasul kamu sebagaimana Musa diminta sebelumnya. Dan siapa yang menukar kekafiran dengan keimanan, maka sesungguhnya dia telah sesat dari jalan yang lurus. (QS. 2 ayat 108)
Protes yang diberikan dan permintaan umat yang bermacam-macam terhadap beliau ketika masih hidup, serta sunnah-sunnah yang terjadi pada umat-umat sebelumnya seperti kaum Musa, membuat gagasan para penulis untuk membuat catatan seperti sebuah biography besar agar Nabi mereka terkesan sebagai yang terbaik di antara semua nabi dan rasul. Apa yang dilakukan oleh mereka (para nabi sebelum Muhammad) dapat pula dilakukan oleh beliau dan apa yang dapat dilakukan oleh beliau, tidak dapat dilakukan oleh mereka semua. Contohnya adalah memberikan syafa'at buat penghuni neraka.
Syafa'at kepada semua umat manusia hanya bisa diberikan oleh Muhammad seorang. Tidak ada satupun yang dapat melakukannya meskipun dia adalah Ibrahim, seorang imam sekaligus khalilullah.
Pelecehan terhadap semua nabi, gambaran buruk tentang seorang Muhammad sebagai seorang yang bangga dengan dirinya, dan Allah yang pendendam terlihat pada hadits-hadits tentang syafa'at di antaranya di dalam Kitab Shahih Muslim hadits nomer 153, 155, 156, 157, 158, 159, 160, 161.
Kitab hadits itu lebih tepat disebut sebagai biografi Muhammad yang dibuat oleh pengagumnya dan pemujanya daripada sebagai sebuah kitab hukum. Karena isinya lebih banyak memunculkan Muhammad sebagai sosok yang super di mata mereka. Hal itu wajar terjadi bagi seorang besar seperti Muhammad. Beliau adalah tokoh besar; seorang pahlawan di tengah bangsa Arab bahkan untuk seluruh umat manusia. Seperti yang dilukiskan oleh Michael H Hart dalam seratus tokohnya. Nabi Muhammad mendapat peringkat pertama di antara orang- orang terkenal lainnya. Michael H Hart membuat kitab itu, hanya sebagai sebuah bacaan sejarah untuk mengenang dan mengenal mereka. Di baca hanya untuk sekedar ingin tahu, bukan untuk di dongengkan di sekolah, di tempat ibadah, dan sebagainya. Berikut saya kutip dasar pemikiran Michael H Hart menempatkan Nabi Muhammad pada urutan pertama pada buku Seratus tokoh tulisannya:
Contoh paling menyolok dapat disaksikan pada pilihan saya menempatkan Nabi Muhammad dalam urutan tingkat lebih tinggi ketimbang Nabi Isa. Ini sebagian pokoknya lantaran saya percaya Muhammad punya pengaruh pribadi lebih besar dalam hal pembinaan Agama Islam dari pada Nabi Isa terhadap Agama Kristen. Ini --tentu saja-- bukan lantas berarti saya menganggap Nabi Muhammad itu merupakan manusia lebih besar dibanding Nabi Isa.
Hal itu bisa saja terjadi pada hadits-hadits yang ada di tengah-tengah kaum muslimin yang selalu disandarkan atas nama Nabi Muhammad. Itu adalah salah satu karya besar dalam sejarah peradaban bangsa Arab yang dibuat oleh para pemikir dan penulis pada masa lampau. Para penulisnya belum tentu mengakui kebenarannya dan mengimaninya meskipun pada zahirnya mereka mengamininya. Tetapi sayangnya, hal itu dimanfaatkan oleh Yahudi dan Nasrani untuk menghancurkan ajaran Nabi Muhammad yang hanya berpegang kepada Al Qur'an; sebuah kitab sederhana, tetapi bermutu tinggi. Mereka mencampurkan Al Qur'an dengan biographi tersebut yang telah mereka campur dengan TBC (Taqlid, Bid'ah, dan Churafat). Hal itu sebenarnya telah dilihat oleh Nabi Muhammad, sehingga beliau melarang umatnya untuk menulis apapun selain Al Qur'an termasuk tentang dirinya. Para Khulafa Rasyidin pun meneruskan amanat beliau
Tapi sayangnya larangan-larangan tersebut telah dipelintir dengan lihainya oleh para penulis-penulis kitab dengan berbagai alasan. Sehingga larangan permanen dibuat menjadi sementara dengan bukti-bukti yang telah mereka rekayasa, tidak berbeda dengan isi sebuah bible yang diklaim oleh umat kristen sebagai kitab suci mereka, tetapi isinya bisa direvisi, dirubah, diperhalus, bahkan dihilangkan.
Contoh dari sebuah kitab yang diklaim umat kristen sebagai kitab suci mereka, tapi bisa ditambah dan dikurangkan oleh 'ulama mereka:
Alkitab melarang memakan daging kelinci secara umum (Ulangan 14:7, alkitab tahun 1960)dan selanjutnya kelinci ditambahkan menjadi kelinci hutan (Ulangan 14:7, tahun 1999)
Alkitab melarang memakan daging babi secara umum (Imamat 11:7, alkitab tahun 1960)dan selanjutnya babinya ditambahkan menjadi babi hutan (Imamat 11:7, tahun 1999)
Nabi Daud berzina (Mazmur 51:2, alkitab tahun 1960)dan selanjutnya berzina dirubah menjadi mendekati (Mazmur 51:2, tahun 1999)
39 tahun waktu yang sebentar di mana para saksi yang membaca kitab kemungkinan masih hidup, tetapi perubahan dari penambahan dan pengurangan terhadap isi kitab mereka tidak diperdulikan; apalagi ratusan tahun, yang jelas-jelas saksinya pasti sudah tidak ada.
Nabi Musa meninggalkan umatnya selama 40 malam, umatnya sudah meninggalkan ajarannya padahal beliau masih hidup. Bagaimana dengan Nabi Muhammad yang 200 tahun meninggalkan kaumnya waktu itu dan sekarang sudah 1.377 tahun? Apakah kita akan mengatakan bahwa umat Muhammad meskipun lemah tapi keyakinannya kuat?
Kita mengenal 4 sifat wajib bagi seorang rasul, yaitu:
1. Tabligh (menyampaikan)
2. Shidieq (benar)
3. Amanah (dapat dipercaya)
4. Fathanah (cerdas)
Bagaimana seorang Muhammad bisa dianggap sebagai seorang Rasul, apabila beliau selalu berubah-ubah dalam menentukan hukum dan mempunyai sifat tergesa-gesa dan tidak berpendirian?
Hal itu bisa dilihat di dalam periwayatan hadits yang berbeda-beda tentang prilaku Nabi Muhammad. Suatu waktu dia bilang seperti ini, tetapi pada kali yang lain dia mengatakan berbeda dengan perkataan yang dia ucapkan. Apakah pantas beliau dikatakan tabligh, shidieq, amanah, dan fathanah? Beliau yang plin plan ataukah umatnya yang melecehkan dan memperolok-olok kepribadian beliau.
CONTOH-CONTOH HADITS YANG BERTENTANGAN
FITRAH 5 ATAU 10?
Dari Abu Hurairah Rasulullah bersabda:
Fithrah ada 5 macam: 1. Khitan. 2. Mencukur bulu ari-ari. 3. Memotong kuku. 4. Mencabut bulu ketiak. 5. Memotong kumis.
(SHAHIH MUSLIM, Hadits no. 202)
Dari Aisyah Rasulullah bersabda:
Fithrah ada 10 macam: 1. Memotong kumis. 2. Merawat jenggot. 3. Menggosok gigi. 4. Istinsyqaq dengan air. 5. Memotong kuku. 6. Membersihkan buku-buku Jari. 7. Mencabut bulu ketiak. 8. Mencukur bulu ari-ari. 9. Istinja’. 10. Berkumur-kumur.
(SHAHIH MUSLIM, Hadits no. 206)
SESUDAH MAKAN MAKANAN YANG TELAH DIMASAK WUDHU LAGI ATAU TIDAK?
Dari Zaid bin Tsabit, Dia mendengar Rasulullah bersabda: Berwudhulah sesudah makan yang disentuh api (dimasak).
(SHAHIH MUSLIM, Hadits no. 302)
Dari Ibnu Abbas:
Rasulullah pernah makan daging kambing, kemudian beliau shalat tanpa mengulang wudhuk dahulu.
(SHAHIH MUSLIM, Hadits no. 303)
MINUM BERDIRI
Dari Anas dari Nabi saw
Bahwasanya beliau pernah melarang seorang laki-laki minum sambil berdiri.
(SHAHIH MUSLIM, Hadits no. 1946)
Dari Ibnu Abbas
Aku pernah menuangkan air untuk Rasulullah saw di sumur Zamzam, lalu beliau minum, padahal dia sedang berdiri.
(SHAHIH MUSLIM, Hadits no. 1947)
MENIUP KE DALAM BEJANA
Dari Abdullah bin Abi Qatadah dari bapaknya (hadits no 211)
Bahwasanya Nabi saw pernah melarang meniupkan nafas ke dalam bejana.
(SHAHIH MUSLIM, Hadits no. 1948)
Dari Anas:
Bahwasanya Rasulullah saw pernah meniup ke dalam bejana tiga kali.
(SHAHIH MUSLIM, Hadits no. 1949)
MENYAYANGI SETIAP MAHLUK ADALAH BERPAHALA
Dari Abu Hurairah:
Rasulullah bercerita tentang seseorang yang menolong anjing kehausan. Lalu para sahabat bertanya: Dapat pahalakah jika mereka menyayangi hewan-hewan itu? Jawab Rasulullah: Menyayangi setiap mahluk hidup adalah berpahala.
(SHAHIH MUSLIM, Hadits no. 2098)
Dari Abdullah
Rasulullah pernah menyuruh orang yang sedang ihram membunuh seekor ular ketika di Mina.
(SHAHIH MUSLIM, Hadits no. 2092)
Dari Amir bin Sa’ad dari bapaknya
Sesungguhnya Nabi saw telah memerintahkan supaya membunuh cecak dan beliau menamakannya “Si Penjahat kecil”.
(SHAHIH MUSLIM, Hadits no. 2094)
Dan masih banyak lagi hadits-hadits yang bertentangan baik itu masalah yang ringan ataupun yang berat seperti shalat. Adakah para 'ulama yang mengetahuinya? Atau mereka pura-pura tidak tahu?
APA YANG NABI MUHAMMAD WASIATKAN KEPADA UMATNYA?
Dari Thalhah r.a berkata: Aku pernah bertanya kepada Abdullah bin Abi Aufa : "Adakah Nabi saw pernah berwasiat?" Maka ia berkata: "Tidak." Aku lalu berkata: "Bagaimana orang-orang diwajibkan supaya berwasiat, mereka diperintahkan dengan wasiat, padahal beliau tidak berwasiat?" Ia berkata: "Beliau berwasiat dengan Kitab Allah."
(HR. Al-Bukhari)
Dari jabir bin Abdullah r.a berkata: "Aku pernah melihat Rasulullah saw di haji wada' pada hari 'Arafah, dan beliau di atas untanya Al Qushwa, lalu aku mendengar beliau bersabda: "Sesungguhnya aku meninggalkan kepadamu sekalian; jikalau kamu berpegang kepadanya, tidaklah kamu akan tersesat; Kitab Allah dan 'Itrahku, yaitu ahli baitku."
(HR. At Turmudzi)
Dari Ibnu Abbas r.a berkata: "Bahwasanya Rasulullah saw pernah berkhutbah kepada orang banyak di kala haji wada', beliau bersabda: "Sesungguhnya syetan itu telah putus asa, bahwa ia akan disembah di tanahmu ini, tetapi ia ridha ditaati pada selain demikian dari apa yang kamu anggap rendah dari amal perbuatan kamu, maka dari itu hati-hatilah kamu. Sesungguhnya aku telah meninggalkan buat kamu, jika kamu berpegang teguh kepadanya, maka tidaklah kamu akan sesat selama-lamanya yaitu: Kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya."
(HR. Al-Hakim)
Sebenarnya apa yang beliau tinggalkan sebagai wasiat beliau? Al Qur'an, Al Qur'an dan ahlul bait, atau Al Qur'an dan sunnah? Ketika dikatakan bahwa Al Qur'an adalah wasiat yang pertama, sunni dan syi'ah sepakat. Namun ketika dikatakan tentang wasiat yang kedua ('itrah atau sunnah), masing-masing mempunyai argumen yang berbeda dengan kepentingan masing-masing. Seperti contoh khulafa Ar Rasyidin diakui oleh sunni empat orang, tetapi syi'ah hanya mengakui Ali dan mengkafirkan ketiganya.
Agar tidak berselisih, bagaimana kalau kembali kepada wasiat pertama saja yaitu Al Qur'an? (QS. 3 ayat 64)
Khulafa Ar Rasyidien adalah gelar para khulafa yang menggantikan Nabi Muhammad setelah wafat yaitu bagi empat orang khalifah, Abu bakar, Umar, Utsman, dan Ali yang gelar tersebut dimunculkan oleh Imam Bukhari, Muslim, dan lain-lain yang sezaman dengan mereka..
Di dalam sastra Arab, tidak terdapat kata-kata khulafa Ar Rasyidien. Istilah tersebut baru muncul setelah 200 tahun hijrah dari perkembangan bahasa, dan tidak ditemukan di dalam Al Qur'an. Bagaimana Nabi bisa mengetahui akan adanya khulafa Ar Rasyidien yang akan menggantikan beliau dan gelar mereka adalah Khulafa Ar Rasyidien?
Seperti pernyataan hadits di bawah ini:
Dari Al Irbadh bin Suriyah r.a, Rasulullah bersabda: ..... Ikutlah sunnahku dan sunnah khulafa Ar Rasyidien yang diberi petunjuk sesudahku dan hendaklah kamu pegang teguhlah dia.
(HR. Ahmad)
Lalu bagaimana dengan hadits di bawah ini:
Dari Masruq ra:
Pada suatu waktu dia duduk dekat Aisyah ra, dia berkata: Hai Abu Aisyah, ada tiga perkara yang barangsiapa mengatakan salah satu di antaranya maka berarti orang itu mengatakan kebohongan besar terhadap Allah.
1. Siapa yang mengatakan bahwa Muhammad saw pernah melihat Tuhannya.
2. Orang yang mengatakan bahwa Rasulullah saw menyembunyikan sesuatu ayat dari Kitab Allah.
3. Orang yang mengatakan bahwa Rasulullah saw tahu apa yang terjadi besok.
(HR. Muslim)
Khulafa Ar Rasyidien ada setelah wafatnya Rasulullah. Kata-kata itu baru ada setelah beberapa abad kemudian, dan Rasulullah tidak pernah tahu tentang itu. Itu berarti, yang mengatakan bahwa nabi mengetahui nanti yang akan datang telah membuat suatu kebohongan seperti pernyataan hadits yang diriwayatkan Masruq tersebut..
Apabila dengan beberapa alasan yang dipelintir sehingga hadits Al Irbadh itu dinyatakan hasan shahih oleh At Turmudzi dan diriwayatkan oleh beberapa imam seperti Abu dawud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan Al hakim; lalu diperkuat dengan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah yang mengatakan: "Hendaklah kamu mengikuti sunnah orang yang sebelum kamu", itu menunjukkan bahwa para sahabat dan muhaditsin telah melanggar hadits itu sendiri, karena sunnah para Khulafa Ar Rasyidin di antaranya adalah menentang penulisan hadits dan memerintahkan membakar semua tulisan tentangnya selain Al Qur'an. Bahkan hadits yang semula ditakuti tercampur dengan Al Qur'an, saat ini telah menduduki posisi yang sama dengan Al Qur'an, dan mampu menasakhkan Al Qur'an. Contohnya adalah hukum zina. Al Qur'an menjelaskan bahwa hukum zina adalah didera seratus kali (QS. 24 ayat 2), tetapi hadits menjelaskan bahwa hukum zina adalah rajam. Agar tidak terkesan bertentangan dengan Al Qur'an, Imam Syafi'i menjelaskan pertentangan itu dengan mengatakan: "Hukuman seratus dera hanyalah untuk sepasang yang belum menikah, tetapi itu dibatalkan bagi yang telah menikah; dan dengan demikian hukuman razam untuk sepasang manusia yang telah menikah ditetapkan". Dan akhirnya kesepakatan ('ijma) 'ulama yang menentukan bahwa hukuman bagi pezina laki-laki dan perempuan yang sudah menikah adalah rajam; dan yang lebih menariknya lagi, bahwa hukum rajam pada penzinah itu adalah inspirasi dari ajaran Alkitab/bible (ulangan 22:20-24).
Di bawah ini beberapa pernyataan para Khulafa Ar Rasyidien sebagai sunnah mereka yang nyata-nyata ditinggalkan dan tidak ditaati:
ABU BAKAR SHIDIEQ
Diriwiyatkan oleh Al Hakim dari al Qassim ibn Muhammad, dari Aisyah r.a mengatakan bahwa ayahnya mengumpulkan sekitar 500 hadits. Pada suatu malam Abu Bakar membolak-balikkan badannya berkali-kali dan tatkala subuh datang dia meminta Aisyah hadits-hadits yang ada padanya. selanjutnya, ketika Aisyah datang membawa hadits-hadits tersebut, Abu Bakar menyalakan api, lalu membakar hadits-hadits itu.
(Ushul al hadits - Ajjaj al Khatib halaman 153)
UMAR BIN KHATTAB
Diriwayatkan oleh Urwah ibn Zubair bahwasanya Umar bin Khattab r.a bermaksud hendak menuliskan sunnah, maka ia meminta fatwa kepada para sahabat yang lain tentang hal itu, dan para sahabat mengisyaratkan agar Umar menuliskannya. Umar kemudian melakukan istikharah kepada Allah selama sebulan, dan akhirnya ia mengambil keputusan yang disampaikannya di hadapan para sahabat seraya berkata: "Sesungguhnya aku bermaksud membukukan sunnah, namun aku teringat suatu kaum sebelum kamu yang menuliskan beberapa kitab. Mereka asyik dengan kitab- kitab tersebut dan meninggalkan kitab Allah. Dan sesungguhnya, aku demi Allah tidak akan mencampurkan Kitab Allah dengan apapun untuk selamanya"
Pada kitab lain yang diriwayatkan oleh Malik bin Anas, Umar ketika ia berbalik dari niatnya untuk menuliskan sunnah mengatakan: "Tidak ada suatu kitabpun yang dapat menyertai Kitab Allah"
Dan kemudian Umar memerintahkan sahabat yang terlanjur menuliskannya untuk membawanya ke Umar dan kemudian ia sendiri yang membakarnya.
(Al Sunnah Qabla tadwin hal 310-311)
UTSMAN BIN AFFAN,
Di suatu khotbahnya berkata agar para sahabat tidak banyak meriwayatkann hadits hadits yang mereka tidak pernah mendengarnya di masa Abu bakar dan Umar.
ALI BIN ABI THALIB
Dia mengatakan: "Aku tidak ragu-ragu dalam menerima hadits yang langsung aku terima dari Rasulullah saw, tetapi jika orang yang meriwayatkannya, maka aku akan mengambil sumpah orang tersebut"
Pernyataan-pernyataan mereka itu di dalam beberapa periwayatan dipelintir; larangan-larangan tersebut dibuat menjadi larangan yang disebabkan beberapa alasan yang direkayasa oleh para 'ulama dan para penulis zaman itu yang hanya bisa diterima oleh orang- orang yang sempit pandangan dan enggan untuk berfikir mencari kebenaran yang sesungguhnya, sampai saat ini. Padahal ketika pada awal-awal hadits mulai diramaikan baik secara lisan maupun tulisan, banyak sekali orang-orang terdahulu yang menentang. Tidak berbeda dengan apa yang menimpa para tokoh kristen yang menentang trinitas, mereka yang menentang penulisan hadits yang rentan dengan pemalsuan tersebut diperangi dan diberantas dengan alasan karena mereka membelot dan mengingkari ketaatan kepada Rasul
Pada beberapa periwayatan, dikatakan bahwa Nabi Muhammad melarang penulisan hadits, tapi pada periwayatan yang lain beliau membolehkannya. Melihat matan (isi) hadits yang saling bertentangan, apakah kita akan mengatakan bahwa Rasulullah Muhammad adalah seorang yang plin plan ataukah hadits adalah yang memang dibuat untuk menghancurkan ajaran yang dibawanya dengan mengambil sebahagian jejak (atsar) yang ditinggalkannya seperti halnya Samiri melakukannya terhadap ajaran Rasulullah Musa?
Kembali kepada Al Qur'an adalah satu-satunya jalan terbaik untuk mengembalikan nama baik beliau sebagai seorang yang tabligh, shidieq, amanah, dan fathanah, serta jalan satu-satunya untuk menjadi muslim hanif yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah Ibrahim yang juga merupakan Nabi terdekat dengan beliau.
Hadits bukanlah wahyu yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad, melainkan sebuah biographi beliau yang dibuat oleh para ahli kitab dari mereka untuk mereka. Baik dari pemuja beliau yang ingin mempopulerkannya sebagai cerita buat anak cucunya, maupun yang membenci beliau dengan tujuan untuk membelokkan umat islam dari Al Qur'an. Hadits merupakan karya satra sejarah peradaban Islam bukan sebagai sumber hukum kedua setelah Al Qur'an sama seperti sejarah-sejarah yang lainnya. Riwayatnya bisa benar, bisa tidak; bisa bertambah, dan bisa juga berkurang. Karena yang meriwayatkannya adalah manusia yang punya banyak keinginan dan kepentingan, berbeda kalau yang meriwayatkannya adalah malaikat. Hadits tidak sama dengan Al Qur'an. Al Qur'an diriwayatkan dan ditulis atas pengawasan Nabinya dengan izin Allah tentunya. Sedangkan hadits diriwayatkan dan disusun setelah Nabinya wafat bahkan ditulis dan populer dua ratus tahun setelah kewafatannya.
Dalam hal SAINSpun banyak yang bertentangan, berbeda dengan Al Qur'an yang selalu sejalan dengan SAINS. Jadi, pantaskah hadits menyandang predikat pendamping Al Qur'an? (QS. 10 ayat 35-36)
Pujian itu kepunyaan Allah!
Print halaman ini
Ass.
BalasHapusSaya tertarik dengan blog anda. Terkadang sayapun berfikir apakah hadits itu memang benar dari Rasulullah SAW atau hanya rekayasa beberapa kelompok orang yang ingin menandingi dan membuat Al Qur'an terlihat lemah. Menyimak dari isi yang berbeda-beda dan saling bertentangan, saya rasa Rasulullah yang bersifat Amanah, fathonah, tabligh, dan shiddieq, tak mungkin berbicara di sana A di sini B (seperti beberapa hadits yang pernah saya baca). Cuma saya masih belum begitu faham dengan itu semua. Blog anda membuka hati saya untuk segera mempelajarinya untuk mencari Islam yang sebenarnya. Saya mau tanya, apakah itu ingkarsunnah yang diklaim orang kepada beberapa orang seperti anda yang tidak mempercayai keabsahan hadits. Dan menurut anda, apakah itu ingkar sunnah dan apakah anda termasuk di dalamnya? Thanks. Wassalamu 'alaikum.
Salam.
BalasHapusTerimakasih atas komentarnya. Tentang ingkarsunnah, tanyakan saja sama orang yang memberikan julukan tersebut. Tapi sebenarnya mereka salah mengerti tentang sunnah. Karena arti sunnah itu bisa ketetapan, perjalanan, ketentuan. Kalau saya masih melaksanakan perintah Allah yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah seperti shalat, puasa, zakat, dan lain-lain. menerima keputusan Allah, ikhlas, berbuat baik, saya tidak termasuk golongan ingkarsunnah. Apalagi kata para ulama dahulu yang membuat hadits yang disandarkan dari ucapan nabi: NIKAH ADALAH SUNNAHKU.. saya lebih tidak bisa dicap sebagai ingkarsunnah lagi, karena saya sudah menikah dan punya anak dua.
Wass.